Semboyan ” Sampah Plastik Hancur setelah 350 tahun”, tampaknya belum familiar dan terasa asing di telinga bagi kalangan warga Indonesia. maklum, spanduk yang bertulisan semboyan tersebut hanya terpasang di Sekolah, Kampus dan beberapa tempat umum. Pada awalnya pemerintah memang gencar berupaya mengubah perspektif masyarakat mengenai pengkonsentrasian sampah plastik hasil rumah tangga warga dan limbah pabrik plastik, tapi sepertinya upaya tersebut hanya kabar burung saja.
350 tahun adalah waktu sangat lama untuk menguraikan dan membebaskan tanah dari kepingan-kepingan plastik yang mempersulit udara dan unsur hara masuk ke rongga tanah, selain itu berjuta-juta barel minyak bumi sebagai bahan dasar plastik terbuang habis dan tidak memiliki cadangan untuk masa mendatang. Waktu tersebut tidak bisa dikatakan relatif singkat, kurang lebih sepadan dengan rentan waktu ketika Indonesia diduduki oleh kolonial belanda, hal inilah yang masih menjadi permasalahan pokok yang membuat cemas warga dunia khusunya warga Indonesia saat ini. Selain mewariskan beberapa masalah dalam pola pemerintahan,generasi kita juga menambah masalah dengan mewarisi tumpukan sampah plastik. Belum lagi permasalahan penimbunan sampah-sampah terdahulu yang sempat mencuat ke permukaan tanah. Lalu ingatkah anda tentang ” kasus kawah sampah dadakan di kota Bandung, Jawa Barat dan dilema sampah di Bantar gebang, Bekasi” beberapa tahun yang lalu kejadian itu sempat menghebohkan rakyat Indonesia ?. Beberapa masalah yang akan timbul akan menjadi ”Pekerjaan Rumah versi baru” jika kita tidak ubah dari hal kecil dari kesadaran diri kita masing-masing.
Meminimalkan Penggunaan Produk dari bahan dasar plastik mungkin hanya baru terdengar sebagai wacana publik saja. Namun pemroduksian tas kertas diharapkan dapat membantu peran pasar, mini market dan swalayan ataupun toko-toko lain dalam rangka ”mengerem” atau mengurangi pemakaian dan pembuatan produk dari plastik. Akan tetapi ada beberapa rakyat didunia mulai menyadari akan keburukan dari limbah plastik. misalnya negara jepang, Korea selatan dan Amerika serikat, mereka sedang giat-giatnya berusaha tampil ”beda” dengan mengusahakan produk plastik unggul yang terbuat dari Tepung Jagung (maizena). Meskipun belum tersebar di negara lain khususnya Indonesia dan harganya relatif mahal, namun cara ini dapat mengurangi maraknya penimbunan limbah plastik secara besar-besaran, karena cukup dibutuhkan 3 tahun untuk menguraikan limbah plastik maizena ini, dan saling menguntungkan.
Untuk itu kita harus berusaha untuk menjadi negara yang disejajarkan dalam kebaikan mengolah limbah plastik atau menyadarkan dari awal diri kita masing-masing, mengubah penilaian secara sepihak mengenai produksi plastik, sehingga menguntungkan dari sudut lingkungan dan sudut keamanan yang dapat berjalan seimbang, bila hal itu terwujud betapa indahnya lingkungan kita karena terbebas dari persoalan limbah plastik yang tak kunjung habis untuk di bahas dari waktu ke waktu.(bintang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar